Sunday, December 31, 2006

Simbol dari Sebuah Simpul

Malam pergantian tahun ini aku rayakan sendiri di kontrakan tanpa teman dan tanpa keramaian!! Entah kenapa badan terasa berat banget untuk diajak keluar rumah meskipun beberapa teman dengan sejuta rayuannya mengajakku bersama menikmati pergantian tahun ini. Yang menjadi temanku malam ini adalah kesepian yang datang dengan tiba-tiba…

Kesepian telah membawaku terbang malam ini menuju alam imaji yang tak tersentuh oleh raga, layaknya Rosul ber-mi’roj ke shidrotul muntaha malam itu. Nikmat benar malam ini…

Aku terbang menyusuri langit, terlihat beberapa bintang yang malu menampakkan keceriaanya wajahnya dengan bersembunyi dibalik mendung, entah apa sebabnya. (aku berpikir mungkin bintang itu ber-empati padaku malam ini, )

Malam semakin larut, terbangku pun semakin tinggi, tak tahu kenapa tiba-tiba arah terbangku berbelok haluan, menuju suatu tempat yang pernah kusinggahi kala itu Arafah namanya. Sengaja aku terus mengikuti arah kekuatan yang membuatku terbang, terasa aku terus berputar-putar diatas arafah yang sudah sepi karena baru ditinggal jamaah haji menuju ke mina untuk melanjutkan ritual ibadahnya.

Aku terus terbang berputar berkeliling, terlihat dari kejauhan beberapa tenda melambaikan tangannya padaku secara bersamaan sambil meneteskan air mata. Spontan Dia lalu bercerita secara bergantian saling melengkapi satu dengan lainnya. Singkatnya, tenda-tenda itu adalah bekas tempat berteduh jamaah haji asal Indonesia yang wukuf pada tanggal 9 Dzuhijah kemarin, ada sebuah kejadian yang semestinya tidak perlu terjadi disana yaitu Jamaah haji yang kelaparan akibat pasokan makanan yang tak kunjung datang dengan berbagai alasan yang tak mampu mengobati lapar para jama’ah. Aku pun turun di bumi Arafah untuk menghibur tenda-tenda itu. Setelah tangis tenda mereda aku pun duduk disampingnya dengan berteduh dibawah pohon tempat aku berteduh waktu itu. Terasa dalam diri dialektika Otak dan batin yang yang semakin kentara. Sengaja tubuh ini kudiamkan untuk memberikan kesempatan otak dan batin berproses.

Dulu negara Indonesia terkenal dengan kesuburan tanahnya yang mampu menghasilkan tanaman yang beraneka ragamya, beriklim tropis, lautnya yang luas, udaranya yang bersih dan terkenal penduduknya yang ramah sampai-sampai pernah ada sebutan negeri yang Gemah ripah Loh jinawi tata tentrem kertoraharjo, Tapi di Indonesiaku kini banyak sekali ditemui orang pada ngantri beras, busung lapar dimana-mana, gizi buruk sedang melanda, wabah penyakit macam-macam, menyedihkan dan sangat ironis….

Dalam pelaksanaan haji di Indonesia, jamaah haji sangat diistimewakan mulai dari pemberangkatan, penginapan, pelaksanaan hingga pemulangan, tapi pada musim haji tahun 2006 ini ada sesuatu yang terjadi diluar kebiasaan yaitu jamaah haji Indonesia kelaparan, di arofah lagi padahal kan udah jelas Al Hajju ‘Arafah. Bagaimana kok sampek tledor kayak gitu?ada apa ini?tapi aku pun ber-Khusnudzon bahwa Al Insaanu Makaanu al khoto’ wa Nisyan…

Diam-diam otak dan batinku ternyata menolak semua hipotesis khusnudzon-ku itu dengan memberondongkan butiran-butiran hikmah yang misterius: “Semua itu adalah sebuah simbol dari sebuah simpul permasalahan yang belum terselesaikan hingga detik ini”. Dan akupun akhirnya tersadar mengetahui bahwa kakiku ternyata masih menginjak bumi….

Seketika itupun aku jadi teringat dengan tokoh Bisma dalam pewayangan, dia adalah sosok pejuang yang gigih membelah kebenaran dan mempertahankannya hingga titik darah penghabisan di medan pertempuran. Apabila dia tewas, dia akan hidup lagi bila badannya menyentuh bumi. Ada tiga kata kunci dari riwayat Bisma yaitu, kebenaran, hidup lagi dan bumi. Masihkah kaki saudara menginjak bumi?Sudahkah saudara tersadar, bahwa kesuksesan yang telah saudara raih adalah dengan menginjak-injak anak tangga yang terbuat dari saudara kita sendiri yang tertindas?sudahkah saudara menjadi Pribumi yang membumi?
Demi Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur di negeri ini……


Yogyakarta, 1 January 2007 ; 1 : 13 WIB
Langgar Perjuangan “Yasnaya Polyana”

No comments: