Wednesday, February 03, 2010

Janji Sahabat

Di sebuah dusun hiduplah 2 orang sahabat yang bernama Sholeh dan Su’in, kedua sahabat anak manusia itu menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja bersama. Di pagi hari biasanya mereka beraktivitas sendiri-sendiri untuk membantu orang tua masing-masing yang menjadi buruh tani. Setelah dewasa merekapun akhirnya menikah dengan gadis idaman mereka masing-masing.
Sholeh dan Su’in membangun keluarga mereka dengan warna religiusitas yang kuat. Mereka berdua membangun musholla didepan rumah merekah masing-masing. Mereka berdua pun menjadi panutan warga sekitar dimana mereka tinggal.
Sholeh ditakdirkan Allah untuk menjadi kelurga yang lebih berkecukupan daripada Su’in. Di tahun 1986 akhirnya sholeh dipanggil Allah untuk naik haji tetapi Sholeh dikaruniai seorang anak meskipun akhirnya meninggal dan Su’in dikaruniai 5 orang anak.
Setiap Kamis malam Jum’at dengan mengendarai sepeda angin mereka bersepeda kira-kira 50 Km untuk khususiyah (Ritual rutin bagi pengikut tharekat) di salah pesantren di Jombang. Kegiatan tersebut rutin dilakukakan selama berpuluh-puluh tahun.
Usia keduanya pun akhirnya tidak mudah lagi, penyakit pun sering sering menghinggapi mereka terutama pegel linu dan pusing-pusing. Setiap setelah shubuh dan ashar sholeh dan Su’in mempunyai kebiasaan yang sama yaitu mengaji Al Quran di Mushola masing-masing. Mereka berdua membangun mushollah sendiri-sendiri di depan rumahnya.
Suatu hari Sholeh meninggal dunia setelah terjatuh di kamar mandi menjelang sholat ashar. Dia terpeleset ketika memakai baju setelah mandi dan wudlu. Terlihat duka yang mendalam di wajah Su’in ketika pemakaman Sholeh.
Hari-hari berikutnya terus berlalu, disetiap hari kamis malam jumat Su’in kerap terlihat dimakam Sholeh. Usut punya usut ternyata mereka berdua ternyata mempunyai janji siapapun yang ditinggal untuk menghadap Allah (Meninggal) akan berziarah (mendoakannya setiap saat). Dan hal tersebut masih dilakukan oleh Su’in hingga saat ini.
Beberapa di atas atas adalah penggalan cerita hidup dua orang sahabat yang tidak mampu dideskripsikan penulis secara detail meskipun penulis mempunyai ikatan emosional dengan Sholeh dan Su’in, terutama dengan sholeh karena penulis adalah cucu Sholeh.
Cerita tersebut di atas juga terjadi pada dua sosok yang sangat kita semua yaitu Gus Dur dan Gus Mus. Beliau berdua menghabiskan masa remaja bersama di Al Azhar cairo, hingga akhirnya pulang ke tanah air beliau berdua membangun lingkungannya masing-masing dengan mendirikan dan mengembangkan pesantren dan keilmua yang beliau miliki. Dan beliau berdua memiliki kiprah yang sangat luar biasa dalam kemajuan bangsa ini.
KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berpulang terlebih dahulu ke hariban Ilahi, seolah sudah merasa akan pergi untuk selamanya, Gus Dur pun berpamitan kepada Gus Mus di rembang. Kita bangsa Indonesia sangat kehilangan atas kepergian Gus Dur, begitu juga Gus Mus, beliau sangat berduka saat itu dan mungkin hingga saat ini. Dalam acara pemakaman Gus Dur, Gus Mus memimpin doa terakhir di acara tersebut, suaranya berat bergetar, matanya sembab penuh dengan air mata dengan kepala yang tertunduk.
Sebuah adegan yang mengharu biru terjadi pada saat itu. Persahabatan sejati adalah kata yang cocok untuk menjadi makna terminology dari hubungan Sholeh - Su’in dan Gus Dur - Gus Mus. Penulis pun yakin disaatnya nanti mereka semua akan berjumpa lagi di alam yang berbeda untuk bernostalgia (mungkin) menceritakan perjalan masing-masing.Wallahua’lambishowab

Malang, 4 February 2010: 05.45

Tuesday, February 02, 2010

Kelahiran dan Kematian

Pagi ini seperti biasa saya melakukakan kegiatan rutin untuk menelepon abah saya di kampung, kami berbicara panjang lebar tentang beberapa hal dan tidak lupa saya selalu menanyakan ada kabar apa di rumah, abah bercerita tentang kondisi adik saya yang sedang hamil tua yang kini hanya menunggu kelahiran calon keluarga kami yang baru (semoga Allah memberi keselamatan, kemudahan dan menjadikan anaknya anak yang shaleh) dan abah juga bercerita bahwa hari ini ada tetangga kami sebelah rumah yang meninggal (Innalillahi wa inna ilaihi rojiun : Allahummaghfirlahu Warhamhu Wa ‘afihi Wa’fu ‘anhu).

Kelahiran dan kematian merupakan dua keping yang tak bisa dipisahkan,, seperti ketika ada atas maka ada bawah, ketika ada sehat maka ada sakit, ketika ada bahagia maka ada duka, ada jauh maka ada dekat, ada baik maka ada buruk, dan lain sebagainya.

Kelahiran terjadi setelah proses kehamilan oleh seorang ibu selama kurang lebih Sembilan bulan sepuluh hari, selama hamil ada beberapa fase juga yang ada dan kalau kita melihat fase perkembangan itu melaui Ultrasonography (USG) kita akan berdecak kagum dengan gerakan dan tingkah laku janin selama dalam kandungan ibu, kelahiran merupakan momentum yang paling ditunggu-tunggu oleh semua orang karena hal itu merupakan sebuah hal membahagiakan dan biasanya ditandai dengan kebahagian dan tawa semua orang.

Kematian merupakan lepasnya nyawa dari tubuh manusia, hal tersebut terjadi disebabkan karena berbagai macam hal seperti, sakit, kecelakaan, peperangan ataupun tanpa sebab apapun dan secara tiba-tiba mati. Mati merupakan hal yang paling banyak ditakuti manusia, akan tetapi ada pula manusia yang merindukan kematian (kaum sufi) karena kematian merupakan pintu perjumpaan dia dengan Allah SWT, tapi hal tersebut bukan pada manusia biasa. Kematian seseorang biasanya menimbulkan duka bagi yang ditinggalkannya.

Pada hakikatnya kelahiran dan kematian merupakan kejadian yang sama yaitu proses peralihan manusia dari fase yang lain. Kelahiran merupakan proses peralihan manusia dari fase dalam kandungan ke alam dunia yang fana ini dan kematian merupakan fase peralihan manusia dari alam dunia ini ke alam kubur.

Kelahiran dan kematian merupakan dua keping yang tak bisa terpisah satu dengan yang lain. Kalau manusia yang sudah terlahir maka sudah dipastikan akan mati. Kalau tidak mau mati ya jangan mau dilahirkan. Kelahiran adalah momentum adanya kehidupan, kehidupan memiliki batas dan batas terakhir itu adalah kematian.

Sudahkah kita menyiapkan kematian kita?bekal apa yang kita punyai untuk menyambut kematian yang pasti menghampiri kita? Semoga kita semua nanti hanya akan mati dengan Husnul Khotimah.Amin.....Wallahu a’lam bishowab

Malang, 3 February 2010: 06.40

Monday, February 01, 2010

Guru yang Tak Terbatas

Guru, sebuah kata yang tidak asing bagi semua orang karena seluruh orang didunia ini hampir dipastikan memiliki guru, dalam terminology jawa guru merupakan sosok yang bisa digugu dan ditiru (bisa dicontoh ucapan dan perbuatannya).
Guru seringkali ditemui di sekolah yang biasa disebut dengan bapak dan ibu guru, ditemui di mushollah disebut ustadz dan ustadzah, di perguruan beladiri ada yang disebut master, sinpe atau guru dll, kalo dipesantren disebut kyai, di klub olah raga disebut pelatih atau di tempat pelatihan biasa disebut trainer dan masih banyak lagi yang lainnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas guru yang biasa kita kenal adalah orang yang memberikan sesuatu kepada kita berupa ilmu, keahlian atau ajaran tentang nilai yang terbatas pada tempat, waktu dan materi tertentu.
Penulis memiliki pemikiran bahwa sebenarnya guru itu tidak hanya sebatas itu, kita bisa menjadikan apapun dan siapapun untuk menjadi guru kita, baik itu benda mati ataupun mahluk hidup, dan yang tampak maupun tidak tampak.
Coba kita renungkan sejenak dengan apapun yang ada disekitar kita, apakah apapun itu telah bisa menjadi guru kita atau tidak atau diri kita saja yang kurang bisa mengetahui tentang apapun itu.
Dalam sejarah peradaban dunia guru memiliki peran yang sangat luar biasa, manuasia produk peradaban yang besar pasti memiliki guru yang luar biasa juga. Sebut saja Nabi Muhammad memiliki guru yang luar biasa yaitu Malaikat JIbril yang selalu menyampaikan wahyu-wahyu Ilahi. Pengetahuan dan ilmu Rosulallah turun kepada para sahabat, para imam hingga pada kita sampai saat ini.
Seorang Mahatma Gandhi yang terkenal seantero jagat dengan ajaran Ahimsanya pun pernah berguru pada seorang Leo Tolstoy. Leo Tolstoy adalah sosok yang luar biasa, Beliau merupakan guru spiritual terbesar dizamannya dan meninggalkan hiruk pikuk kepopulerannya untuk pergi ke sebuah lembah yang dikenal dengan nama Yasnaya Polyana dan menyepi disana untuk memperoleh kebajikan abadi.
Penulis meyakini bahwa manusia-manusia besar dalam sejarah peradaban dunia ini merupakan manusia pembelajar yang selalu belajar untuk mencari sebuah kebenaran dan kebajikan. Misalnua kita belajar keistiqomahan dari tetesan air kepda batu yang menjadikannya berlubang. Tetesan air kecil pada batu seolah tidak berdaya tapi setelah sekian lama ternyata membuat batu yang keras itu menjadi berlubang.
Kita juga bisa belajar kerja keras dari sebuah motto hidup para penjual asongan di kereta api Surabaya-Yogya “Ora Obah Ora Mamah” yang bila di kaitkan dengan ayat dalam Al Quran merupakan sebagai manifestasi Innallaha La Yughoyyiru Ma Bi Qoumin Hatta Yughoyyiru Ma Bi Anfusihim yang sangat luar biasa itu.
Para guru sebenarnya telah menyebar dan tersebar disekitar kita dan siap memberikan apapun kepada kita untuk menjadikan kita lebih bisa tahu, faham, mengerti untuk melakukan amal sholeh mencapai Ridlo-Nya.Sudahkah kita membuka hati dan otak kita terus menerima kebenaran? Sudahkan kita memaksimal panca indera kita untuk mencari Ilmu dan kebenaran itu dari manapun dan siapapun gurunya? Semoga bisa menjadi bahan perenungan.


Malang, 2 February 2010: 05.01 WIB